Kamis, 19 Desember 2013
filsafat ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan, baik secara substansial maupun historis. Kehadiran ilmu tidak dapat dipisahkan dari peran penting filsafat, dan begitu juga sebaliknya bahwa perkembangan ilmu akan memperkuat keberadaan filsafat. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosuf pasti menguasai ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berfikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan i1mu yang didukung oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi.
Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat di tempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu
B. Rumusan Masalah
1. Apa Misi filsafat, maksud dan tujuan filasafat?
2. Apa tugas dan fungsi utama filsafat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Misi filsafat, maksud dan tujuan filasafat
2. Untuk mengetahui Tugas dan fungsi utama filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Maksud dan Tujuan Filsafat
Sebelum memberikan gambaran dan penjelasan mengenai filsafat ilmu, terlebih dahulu akan memperkenalkan filsafat itu sendiri supaya pada pembahasan selanjutnya tidak menimbulkan keraguan dan kebingungan untuk memahaminya. Secara etimologi, ada dua pendapat untuk mendefiniskan filsafat. Filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu “philosophia” yang merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu; sophia artinya kebijakan, yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Dengan demikian, filsafat berarti keinginan yang mendalam (cinta) untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Adapun orang yang mempunyai karakter seperti itu disebut filosof.
Selain definisi di atas, terdapat beberapa definisi filsafat menurut para ahli salah satunya yaitu menurut. Al-Farabi, Ia mengemukakan bahwa filsafat adalah “philosophy is nothing else than thought, that is, the science of concepts. The end of philosophy is to know God as the Creator of heaven and eart (ialah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya)”.
Berdasarkan uaraian di atas dapat kita memberikan pendapat bahwa filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Dan akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Adapun filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya.
Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu.
Segala sesuatu yang terdapat di alam ini diciptakan dengan fungsinya, dengan kata lain bahwa tidak ada materi yang tidak bermanfaat tak terkecuali lahirnya filsafat ilmu. Lahirnya filsafat ilmu memberikan jawaban terhadap persoalan yang muncul terutama yang berhubungan dengan pengetahuan manusia.
Oleh karena itu, di antara tujuan dari Filsafat Ilmu ini adalah :
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-alamiah.
4. Mendorong pada calon ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
demikian filsafat ilmu ini memberikan analisanya tentang hakikat keilmuan yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses keilmuan
B. Misi Filsafat
Adapun misi dari filsafat itu sendiri yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan ilmu filsafat dan teologi;
2. Menyelenggarakan pendidikan akademik yang unggul di bidang filsafat dan teologi dalam dialog dengan ilmu-ilmu lain yang terkait;
3. Menjadi pusat pengembangan pemikiran yang dapat dipertanggungjawabkan, berorientasi pada nilai kemanusiaan universal, cita-cita bangsa Indonesia.
4. Melibatkan diri dalam kehidupan intelektual, kultural dan spiritual bangsa
C. Tugas dan Fungsi Utama Filsafat
Dalam berfilsafat ilmu ini memberikan penganalisaan secara mendalam tentang problema-problema keilmuan sampai kepada penyelesaiannya. Filsafat sebagai ilmu, tidak melandasi tugas-tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga pada fakta-fakta empiris atau praktis yang berlangsung didalam kehidupan sebagai bahan analisa.
Oleh sebab itu,masalah keilmuan-keilmuan ini dapat diselesaikan bilamana didasarkan kepada hubungan antara teori dan praktik yang dibarengi dengan metode ilmiah, karena filsafat ilmu ini mampu berkembang bilamana terlibat dalam dinamika kehidupan. Antara filsafat dan ilmu selalu terjadi interaksi atau saling mengembangkan satu sama lain sehingga dapat mendorong perkembangan untuk memperkokoh posisi dan fungsi dari filsafat itu sendiri. Filsafat ilmu memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh, dan sistematis tentang hakikat keilmuan yang dihadapi dalam kehidupan.
Dengan demikian filsafat ilmu ini berfungsi meberikan analisanya tentang hakikat keilmuan yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses keilmuan.
Selain itu filsafat ilmu juga memiliki tugas yang membedakan ruang lingkup studinya dari studi ilmu yang lebih khusus (ilmu alam, ilmu sosial, ilmu humaniora, dan termasuk juga ilmu agama). Jika ilmu khusus mengarahkan metodologinya pada penyelidikan tentang hukum yang beraku pada perilaku alam, sosial, dan kekhususan lainnya, maka filsafat ilmu memiliki tugas dengan lebih mengarahkan kajiannya tentang hakikat dari ilmu khusus seperti hakikat ilmu alam, hakikat sosial, dsb.
Pada taraf tertentu, filsafat ilmu tidak saja berperan dalam mengarahkan pola pikir para filosof dan aliran pemikiran di antara mereka, tetapi pada kehidupan sosial, filsafat ilmu juga sangat berperan dalam melahirkan pola hidup bahkan pandangan hidup masyarakat di era tertentu. Sebagai misal, “pola pikir saintifik yang mengusung rasionalisasai pada akhirnya muncul sebagai sebuah peradaban modern, yakni peradaban yang menuntut efisiensi, kompetitif, dinamis, dsb.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu akademis yang mengajak kita untuk berfikir menurut tata tertib (logika) dengan beban (tidak terikat pada tradisi dogma dan agama) dan sedalam-dalamnya hingga sampai pada dasar-dasar persoalan.
Filsafat ilmu merupakan suatu akumulasi pemikiran reflektif, radikasi, sistematis mengenai berbagai personal ilmu dan dalam hubungannya dengan segala aspek kehidupan manusia.
Tujuan filsafat ilmu ialah Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, memahami sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu. Sedangkan tugas dan fungsi utama fisafat adalah memberikan analisanya tentang hakikat keilmuan yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses keilmuan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. Filsfat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005.
Tafsir, Ahmad. Prof. Dr. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011
Sadulloh, Uyoh. Drs. M.pd. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010
Rabu, 11 Desember 2013
evaluasi hasil belajar
Evaluasi Hasil Belajar
KONSEP DASAR EVALUASI HASIL BELAJAR
A.
Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Wiersma dan
Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat
bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga
testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini
sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan
kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit
menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran
dan testing.
Ralph W.
Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit
berbeda. Ia menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what
extent the educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel
Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa
evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful
information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael
Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some
standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana
untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan
pengolahan data.
Sementara
itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan pengukuran sebagai pemberian
angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh
orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas,
sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang
menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto
yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Arikunto menyatakan
bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran
bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Hasil
pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund
(1971) yang menyatakan “Measurement is limited to quantitative descriptions of
pupil behavior”
Pengertian
penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan
oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah proses menentukan nilai
suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik ,
Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman
(1967) “The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or
objects according to certain established rules”
B. Tujuan
Evaluasi
Sebagaimana
diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi dilaksanakan dengan berbagai
tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan
tujuan:
1.
Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2.
mengetahui tingkat keberhasilan PBM
3.
menentukan tindak lanjut hasil penilaian
4.
memberikan pertanggung jawaban (accountability)
C. Fungsi
Evaluasi
Sejalan
dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak
fungsi, diantaranya adalah fungsi:
1. Selektif
2.
Diagnostik
3.
Penempatan
4. Pengukur
keberhasilan
Selain
keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada
fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:
1. Remedial
2. Umpan
balik
3.
Memotivasi dan membimbing anak
4. Perbaikan
kurikulum dan program pendidikan
5.
Pengembangan ilmu
D. Manfaat
Evaluasi
Secara umum
manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi dalam pembelajaran, yaitu :
1. Memahami
sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan
kondisi dosen
2. Membuat
keputusan : kelanjutan program, penanganan “masalah”, dll
3.
Meningkatkan kualitas PBM : komponen-komponen PBM
Sementara
secara lebih khusus evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait
dengan pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.
Bagi Siswa
Bagi Siswa
Mengetahui
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : Memuaskan atau tidak memuaskan
Bagi Guru
1.
mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan : melanjutkan, remedial
atau pengayaan
2. ketepatan
materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll.
3. ketepatan
metode yang digunakan
Bagi Sekolah
1. hasil
belajar cermin kualitas sekolah
2. membuat
program sekolah
3. pemenuhan
standar
E.
Macam-macam Evaluasi
1. Formatif
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu
pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu
proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan
tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru
memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara
Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and
weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the
instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan
untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang
diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is
done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau
kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah
dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK
yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan
mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan
memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang
diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang
dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk
mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari
hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan
siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan
yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum
berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan
kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu.
Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik
berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan
diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman
dari topik yang telah dibahas.
2. Sumatif
Evaluasi
sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang
didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke
unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan
tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa
atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah
selesai pembahasan suatu bidang studi.
3.
Diagnostik
Evaluasi
diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan
dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan
yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik
pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal
dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik
dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus
dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui
bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru
dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh.
Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
Perbandingan
Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif
Ditinjau
dari
Tes
Diagnostik
Tes Formatif
Tes Sumatif
Fungsinya
*mengelompokkan
siswa berdasarkan kemampuannya
*menentukan
kesulitan belajar yang dialami
*Umpan balik
bagi siswa, guru maupun program untuk menilai pelaksanaan suatu
unit program
*Memberi
tanda telah mengikuti suatu program, dan menentukan posisi
kemampuan siswa dibandingkan dengan anggota kelompoknya
cara memilih
tujuan yang dievaluasi
*memilih
tiap-tiap keterampilan prasarat
*memilih
tujuan setiap program pembelajaran secara berimbang
*memilih
yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan
Mengukur
semua tujuan instruksional khusus
Mengukur
tujuan instruksional umum
Skoring
(cara menyekor)
*menggunakan
standar mutlak dan relatif
*menggunakan
standar mutlak
*menggunakan
standar relatif
F. Prinsip
Evaluasi
Terdapat
beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar
mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1. Dirancang
secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian,
alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. à
patokan : Kurikulum/silabi.
2. Penilaian
hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar
hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan
sifatnya komprehensif.
4. Hasilnya
hendaknya diikuti tindak lanjut.
Prinsip lain
yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1. Penilaian
hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.
2. Harus
dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
3. Hendaknya
disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP
dan PAN)
4. Penilaian
hendaknya merupakan bagian integral dalam proses
belajar mengajar.
5. Penilaian
harus bersifat komparabel.
6. Sistem
penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.
G.
Pendekatan Evaluasi
Ada dua
jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi
nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan
menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat
pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah
Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan
dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham
menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua
perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha
menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha
menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan
norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an
individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep
pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan
tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman
relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan /
ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep
pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).
1. Penilaian
Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan
penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus.
Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan
untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa
memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang
lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara
pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang
ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada
pendekatan acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar
absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced
interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to
a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan
(grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus
mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa
terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya.
Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa
bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes
yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A
atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka
kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan
ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur
tingkat pencapaiannya.
Dalam
menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP,
maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai
kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor
berikut:
Rentang Skor
Nilai
80% s.d.
100% A
70% s.d. 79%
B
60% s.d. 69%
C
45% s.d. 59%
D
< 44% E /
Tidak lulus
2. Penilaian
Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan
penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi
suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan
untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans
kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria
Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan
patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada
pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif.
Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi
relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat
bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar
pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari
standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa
memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar
relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang
berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan
sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi
baik bagi motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya
persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau
sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain
untuk mendapatkannya.
H. Bila
jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi nilainya menggunakan statistik
sederhana untuk menentukan besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan baku
kelompok (mean dan standard deviation) sehingga akan terjadi penyebaran
kemampuan menurut kurva normal.
Catatan:
mengacu pada kurikulum 1975
(Sumber :
Prof. Nana Sudjana)
TAMBAHAN
BAHASAN:
evaluasi bukan hanya untuk program pendidikan saja tapi pemakaiannya lebih luas dari pada itu. Contoh beberapa objek yang dapat dievaluasi di luar program pendidikan misalnya sistem manajemen, manajemen sistem informasi, sistem logistik, proses analisis kebutuhan, pelayanan konsultasi, program pengembangan staf, sisten failing, konfeerensi, simposium DeLeLe.
evaluasi bukan hanya untuk program pendidikan saja tapi pemakaiannya lebih luas dari pada itu. Contoh beberapa objek yang dapat dievaluasi di luar program pendidikan misalnya sistem manajemen, manajemen sistem informasi, sistem logistik, proses analisis kebutuhan, pelayanan konsultasi, program pengembangan staf, sisten failing, konfeerensi, simposium DeLeLe.
Langganan:
Postingan (Atom)